Inspirasi Politik dari Mata Air Bung Karno dan Sjahrir: Pengantar dari Denny JA untuk Buku Puisi Esai Isti Nugroho
- Penulis : Mila Karmila
- Kamis, 04 Juli 2024 12:15 WIB

Perbedaan pandangan juga tampak dalam sikap mereka terhadap komunisme. Soekarno merangkul komunisme sebagai bagian dari konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Ia percaya menggabungkan ketiganya akan menciptakan keseimbangan dan kekuatan.
Sjahrir, sebaliknya, berhati-hati. Ia menolak komunisme yang otoriter dan totaliter, mendukung sosialisme yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia. Bagi Sjahrir, PKI adalah ancaman terhadap demokrasi yang baru lahir.
Ketegangan ini memuncak pada awal 1960-an. Sjahrir semakin kritis terhadap kebijakan Soekarno, terutama kedekatan Soekarno dengan PKI.
Baca Juga: Lukisan Denny JA: Artificial Intelligence dan Makna Tersembunyi di Balik Hening adalah Bahasa Tuhan
Soekarno, yang merasa terancam, melihat Sjahrir sebagai penghalang. Pada tahun 1962, Sjahrir ditangkap atas tuduhan konspirasi. Ia dipenjara tanpa proses peradilan.
Kisah persahabatan dan perpecahan antara Bung Karno dan Bung Sjahrir adalah kisah tentang visi, pilihan, dan prinsip.
Dari sahabat menjadi lawan politik, mereka menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan bukan hanya melawan penjajah, tetapi juga tentang bagaimana membangun masa depan yang adil dan sejahtera bagi bangsa.
Di tengah perbedaan yang tajam, mereka tetap menjadi bagian dari sejarah yang mengukir jalan menuju Indonesia merdeka.
-000-
Bung Karno melihat nasionalisme sebagai kekuatan pendorong utama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia percaya bahwa rasa cinta tanah air dan kebanggaan terhadap identitas nasional adalah fondasi yang kuat untuk menggerakkan rakyat melawan penjajahan.
Dalam pandangannya, nasionalisme bukan hanya tentang kebebasan dari penjajah, tetapi juga tentang membangun identitas kolektif yang kuat di antara berbagai etnis, agama, dan budaya di Indonesia.