LSI Denny JA: Evaluasi 10 Tahun Jokowi dengan 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah, dan 3 Rapor Netral
- Penulis : Mila Karmila
- Kamis, 10 Oktober 2024 11:34 WIB
ENTERTAINMENTABC.COM - Selama sepuluh tahun memimpin Indonesia, Jokowi punya catatan yang nggak bisa diabaikan.
LSI Denny JA mengupas habis prestasi dan tantangan Jokowi berdasarkan tujuh indeks internasional.
Hasilnya, pemerintahan Jokowi mendapat 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 rapor netral. Tentu saja, rapor biru lebih banyak, tapi apa sih artinya ini semua? Yuk, simak penjelasannya!
Cara Menilai Kinerja Presiden: Data dan Fakta
Untuk menilai pemerintahan, LSI Denny JA punya empat prinsip utama. Pertama, semua penilaian harus berbasis data kredibel, bukan cuma opini atau spekulasi.
Kedua, semua aspek penting—ekonomi, sosial, politik, hingga hukum—harus diperhitungkan. Ketiga, perbandingan harus jelas, yaitu dari tahun pertama Jokowi menjabat (2014) sampai tahun terakhirnya (2024).
Baca Juga: LSI Denny JA Rilis Capaian Presiden Jokowi di Bidang Sosial Selama 10 Tahun Menjabat
Terakhir, datanya harus bisa diverifikasi dan diakses publik, supaya transparan dan bisa dipercaya.
LSI Denny JA menggunakan data dari lembaga internasional terpercaya seperti World Bank, The Heritage Foundation, dan Transparency International untuk memastikan penilaian yang objektif.
Pendekatan ini bisa jadi standar buat menilai presiden lain di masa depan, lho!
Baca Juga: LSI Denny JA: 10 Tahun Pemerintahan Jokowi Kebebasan Ekonomi Meningkat
Rapor Biru vs. Rapor Merah: Mana yang Lebih Penting?
Selama sepuluh tahun ini, Jokowi berhasil mendapat 3 rapor biru di tiga indeks utama: PDB (Produk Domestik Bruto), Indeks Kebebasan Ekonomi, dan Indeks Kemajuan Sosial.
Ini bukti kalau ekonomi Indonesia tumbuh pesat dan kebijakan ekonomi Jokowi dianggap sukses oleh lembaga internasional.
Baca Juga: LSI Denny JA: Jokowi Bawa Indonesia Naik Peringkat Ekonomi Dunia dalam 10 Tahun
Tapi, sayangnya, ada satu rapor merah di Indeks Demokrasi yang diukur oleh Economist Intelligence Unit.
Nilai ini menunjukkan ada penurunan kualitas demokrasi, terutama dalam hal kebebasan sipil dan partisipasi politik.
Nah, kenapa bisa begitu? Berikut beberapa alasannya.
1. Fokus Jokowi: Infrastruktur dan Ekonomi
Dari awal, Jokowi memang menargetkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama. Banyak proyek besar yang dibangun, seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara.
Hasilnya, ekonomi Indonesia tumbuh pesat dan PDB meningkat. Kebijakan ini juga membantu meningkatkan indeks kebebasan ekonomi, karena pemerintah membuka lebih banyak peluang investasi.
Namun, prioritas tinggi di bidang ekonomi ini ada konsekuensinya. Fokus Jokowi pada pembangunan fisik membuat aspek politik seperti demokrasi dan kebebasan sipil jadi terabaikan. Akibatnya, nilai Indeks Demokrasi kita turun.
2. Stabilitas Politik vs. Demokrasi
Jokowi sangat mengutamakan stabilitas politik dan penegakan hukum selama masa pemerintahannya. Strategi ini memang menjaga keamanan, tapi kadang mengorbankan ruang demokrasi.
Banyak kebijakan yang membuat partai oposisi dan DPR kurang bisa mengimbangi kebijakan presiden, yang berujung pada turunnya nilai indeks demokrasi kita.
Di sisi lain, usaha penegakan hukum yang dilakukan Jokowi belum cukup untuk memperbaiki persepsi publik tentang korupsi di Indonesia.
Meski sudah ada beberapa reformasi, indeks persepsi korupsi kita masih stagnan.
3. Pertumbuhan Ekonomi yang Belum Merata
Meski ekonomi nasional tumbuh, tantangan besar lainnya adalah bagaimana membuat pertumbuhan ini terasa di seluruh lapisan masyarakat.
Daerah terpencil masih banyak yang belum merasakan akses layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.
Makanya, Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kebahagiaan kita masih stagnan.
Kesimpulan: Apa Artinya untuk 10 Tahun Jokowi?
Kesimpulannya, meski Jokowi berhasil mencetak pertumbuhan ekonomi yang signifikan, tantangan tetap ada di aspek demokrasi dan pemerataan kesejahteraan sosial.
Kombinasi 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 rapor netral menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan besar di sektor ekonomi dan infrastruktur, Indonesia masih perlu kerja keras untuk memperbaiki kualitas demokrasi, kebebasan sipil, dan pemerataan pembangunan.
Selama sepuluh tahun ini, Jokowi sukses membawa perubahan besar. Tapi, masih ada PR besar di depan kita untuk memastikan manfaat pembangunan bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.***