TikTok, Hiburan Seru atau Ancaman Tersembunyi bagi Generasi Muda?
- Penulis : Mila Karmila
- Rabu, 20 November 2024 15:00 WIB
ENTERTAINMENTABC.COM - Indonesia kini menjadi negara dengan pengguna TikTok terbanyak di dunia, mengalahkan Amerika Serikat dengan total 157 juta pengguna.
Sebagian besar pengguna adalah Gen Z, generasi muda yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Namun, di balik popularitasnya, paltform ini menuai banyak perdebatan, mulai dari manfaatnya hingga risiko negatif yang bisa ditimbulkan.
Baca Juga: Gen Z Hati-Hati! Inilah Kesalahan Fatal yang Bisa Menguras Dompetmu di Era Digital
TikTok memang hadir dengan segudang fitur menarik, seperti kemampuan membuat, mengedit, hingga berbagi video pendek dengan efek, filter, dan musik.
Tidak heran jika platform ini begitu digemari. Mulai dari konten hiburan hingga edukasi, semuanya bisa ditemukan.
Bahkan, platform ini sering menciptakan tren baru yang menyebar cepat, seperti istilah viral atau tantangan dance yang mengundang banyak partisipasi.
Bukan Sekadar Hiburan, TikTok Jadi Sumber Informasi Baru.
Menariknya, generasi muda kini memanfaatkannya bukan hanya untuk hiburan.
Banyak yang menggunakannya sebagai sumber informasi layaknya mesin pencari seperti Google.
Baca Juga: Inilah Aplikasi Paling Hits di Kalangan Gen Z, Nomor 1 Dilarang di Indonesia Kok Bisa?
Menurut laporan YPulse, platform ini dianggap lebih ringan, mudah dipahami, dan menyajikan isu-isu terkini, tutorial, hingga ulasan produk secara singkat.
Namun, di balik kemudahannya, muncul kekhawatiran tentang keakuratan informasi.
Tidak semua konten terverifikasi, sehingga ada risiko informasi menyesatkan yang dapat memengaruhi pengguna, terutama yang masih dalam tahap perkembangan kritis.
Dampak pada Kesehatan Mental
Platform ini seperti pisau bermata dua, bisa menjadi hiburan sekaligus ancaman.
Penelitian menunjukkan bahwa paparan terhadap konten negatif dapat memengaruhi kecerdasan emosional, empati, dan daya kritis, terutama pada remaja.
Konten yang provokatif atau penuh ujaran kebencian sering kali menjadi viral, meskipun berpotensi merugikan.
Lebih mengkhawatirkan lagi, jika pengguna terlalu sering terpapar konten yang tidak substansial, mereka bisa kehilangan kemampuan berpikir kritis dan menjadi lebih permisif terhadap hal-hal negatif.
Solusinya dengan Literasi Digital dan Kontrol Diri
Meski platform ini memiliki regulasi dan moderasi konten, tidak semua konten bisa diawasi dengan ketat.
Oleh karena itu, literasi digital menjadi sangat penting.
Generasi muda perlu dibekali pengetahuan untuk memilah konten yang bermanfaat dan menghindari jebakan konten negatif.
Sebagai pengguna, kita harus bijak dalam memanfaatkannya.
Orang tua juga perlu terlibat dengan memberikan edukasi tentang dampak penggunaan media sosial.
Jika digunakan dengan benar, bisa menjadi platform yang mendukung kreativitas, edukasi, dan hiburan positif.
Dengan kesadaran ini, generasi muda bisa menikmati platform ini tanpa mengorbankan kesehatan mental atau perkembangan sosial mereka.
Mari bermedia sosial dengan cerdas dan bertanggung jawab.***