Ketika Orang Pintar Pun Jadi Jongos: Menyambut Pertunjukan Teater di Yogyakarta
- Penulis : Mila Karmila
- Minggu, 21 Juli 2024 09:20 WIB
Skenario ini dimulai dengan Prof Dr Pras Jikmo yang memberikan jubah kepada Tuan Hakim. Itu simbol penyerahan kekuasaan.
Panggung terdiri dari tiga level yang menunjukkan hierarki sosial. Tuan Hakim di level atas. Busil serta Kotto, sebagai jongos atau pelayan, di bawah.
Lagu "Pergi Tanpa Pesan" yang dinyanyikan oleh Busil membuka cerita. Lagu itu bersuasana muram, menggambarkan ketidakadilan yang mereka alami.
Baca Juga: Fakta Menarik The Falcon Ambil Alih Perisai Vibranium dalam Captain America Brave New World
Dialog antara Busil dan Kotto mencerminkan ketidakpuasan mereka terhadap sistem yang ada. Mereka berbicara tentang keadilan yang tidak pernah datang dan bagaimana mereka hanya menjadi alat bagi para penguasa.
Ketegangan meningkat ketika Tuan Hakim menunjukkan ketidakpuasannya. Hidupnya penuh tekanan dan godaan korupsi.
Prof Dr Pras Jikmo datang menekan. Kekuasaan harus dipertahankan dengan segala cara. Tak apa, meskipun itu mengorbankan integritas.
Klimaks cerita terjadi ketika Tuan Hakim menerima hadiah-hadiah dari oligarki. Hakim merasakan beban moral dan dosa. Itu hadiah atas keputusan-keputusannya yang tidak adil.
Tuan Hakim akhirnya meledakkan dirinya sendiri. Itu simbol kehancuran moral yang ditimbulkan oleh sistem korup.
Busil dan Kotto mendiskusikan nasib mereka setelah kematian tuan mereka sang hakim. Apakah mereka memilih tunduk atau menolak oligarki?
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Jimin BTS Album Solo MUSE, Lagu Who Sukses hanya Beberapa Jam saat Rilis
Beranikah mereka tak menjadi The Jongos bagi oligarkhi, meskipun berarti mereka harus hidup sebagai gelandangan?