Dinamika Ekonomi Energi Fosil dan Energi Terbarukan: Perspektif dari Gerakan Ekologi dan Green Religions
- Penulis : Mila Karmila
- Minggu, 18 Agustus 2024 12:33 WIB
Oleh: Denny JA
ENTERTAINMENTABC.COM- Perdebatan antara energi terbarukan versus energi fosil akan berakhir ketika ditemukan teknologi baru.
Sisi filosofi dan dimensi praktis dari dua kubu itu, yang mengharuskan segera berpindah ke energi terbarukan versus yang masih nyaman dengan energi fosil, akan selesai dengan hitung-hitungan efisiensi yang dibawa teknologi baru.
Kita menanti datangnya teknologi yang memungkinkan produksi energi terbarukan justru jauh lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan yang menggunakan energi fosil.
Sejarah perilaku kekuatan ekonomi dan politik besar dunia mengajarkan hal yang esensial. Kekuatan besar politik dan ekonomi bergerak sering kali bukan karena doktrin filosofis atau kebijakan publik. Mereka bergerak memilih satu solusi karena pilihan itu jauh lebih murah dan efisien secara ekonomi.
Berita baiknya perkembangan teknologi perlahan-lahan menuju ke arah tersebut. Saya membaca berita teknologi yang dapat menghasilkan energi terbarukan kini berbiaya yang semakin murah.
Baca Juga: Rayakan HUT RI Ke 79 dengan Investasi Emas, Nikmati Diskon Menggiurkan dari PT Pegadaian
Per unit energi yang dihasilkannya bahkan lebih murah dibandingkan berdasarkan energi fosil. Hanya saja, biaya awal untuk membangun teknologi energi terbarukan tersebut masih mahal.
-000-
Sebuah berita berasal dari media Katolik EarthBeat, Mei 2021. (1) Berita itu menyebutkan sebanyak 250 institusi Katolik yang pro-lingkungan hidup tidak lagi HANYA berkampanye dengan gagasan dan filosofi. Mereka lebih powerfull karena juga melakukan kampanye ekologi melalui gerakan ekonomi.
Baca Juga: Diskon HUT RI Ke 79 Pelita Air Tawarkan Tiket Murah Hingga Rp239 Ribu, Cek Rute dan Tanggalnya
Mereka kerjakan DIVESTASI. Yakni, mereka menarik semua investasi mereka dari industri yang bergantung pada fosil.
Institusi Katolik memiliki lembaga ekonomi yang sangat kuat, dengan banyak saham di berbagai industri.
Angka yang dilaporkan sangat mengejutkan. Gerakan divestasi ini, yang menarik investasi dari berbagai perusahaan berbasis fosil, jika digabungkan menjadi satu, angkanya mencapai total 14,5 triliun Dolar AS. Fantastis!!
Baca Juga: HUT RI ke 79 Nikmati Tarif Spesial Rp79 untuk Transportasi dan Parkir di Surabaya, Cek Detailnya
Itu setara dengan 200 ribu trilyun Rupiah!! Semoga media itu tak salah tulis soal angka ini.
Sudah sebesar itu uang yang ditarik dari berbagai industri berbasis fosil. Ini adalah gerakan keagamaan pro-lingkungan hidup, tetapi dengan bobot bisnis yang besar.
Namun, gerakan ini BISA dikritik oleh realisme data. Kritiknya sederhana: jika gerakan ini berhasil melumpuhkan industri berbasis fosil, kehidupan manusia di Bumi justru akan lumpuh.
Baca Juga: Peran SATUPENA di Bawah Kepemimpinan Denny JA Dalam Memperjuangkan Kepentingan Penulis di Era AI
Mengapa? Karena saat ini manusia di Bumi membutuhkan total energi sebesar 580 juta tera joules untuk menjalani kehidupan seperti sekarang, dengan listrik yang dapat digunakan selama 24 jam.
Sementara itu, energi terbarukan baru mampu menghasilkan 15% dari total kebutuhan energi tersebut.
Data ini menunjukkan jika terjadi gerakan tiba-tiba, sim sala bim, yang menghentikan semua energi fosil, kita justru akan menderita. Itu karena energi terbarukan belum sanggup mensuplai kebutuhan energi kita saat ini.
Misalnya, apakah kita bisa tak menggunakan listrik 24 jam, tapi sehari cukup 15 persen saja: 4 jam sehari. Apakah kita bisa tidak menggunakan HP 16 jam sehari, tapi dibatasi 15 persen saja: 3 jam sehari. Itu karena energi terbarukan baru mampu memberikan 15 persen dari kebutuhan kita.
Inilah sebabnya mengapa bisnis yang tetap menggunakan fosil tidak bisa dihindari dan harus berlanjut, tetapi tentu saja dengan perencanaan yang matang.
Itu pula sebabnya negara-negara yang tahu data ini, termasuk PBB dan 195 negara lainnya, membuat Paris Agreement pada tahun 2016.
Mereka tahu bahwa kita harus beralih ke energi terbarukan, tetapi belum bisa dilakukan sekarang, sehingga dibuatlah rencana bertahap hingga tahun 2050. Diharapkan pada saat itu, energi terbarukan bisa mensuplai 70 hingga 90% kebutuhan energi.
Namun, berita pentingnya ada negara-negara yang sudah mencapai level penggunaan energi terbarukan hingga 70%- 80%, seperti negara-negara Skandinavia. Contohnya Islandia dan Norwegia.
Mereka berhasil mencapai ini bukan hanya karena sumber daya alam yang bagus dan komitmen besar dari pemerintah mereka. Tetapi ini terjadi juga karena inovasi teknologi yang terus-menerus membuat harga energi terbarukan semakin lama semakin murah.
Cara paling efektif untuk mengkampanyekan energi terbarukan ternyata dengan terus-menerus menciptakan teknologi yang akhirnya berhasil memproduksi energi terbarukan jauh lebih murah dibandingkan energi fosil.
Bukan hanya unitnya yang lebih murah, tetapi juga biaya kapital awal untuk teknologinya akan jauh lebih rendah.
Hal ini akan terjadi, terutama dengan perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang nanti akan mampu menciptakan rumus-rumus untuk membuat teknologi energi terbarukan lebih murah.
Perdebatan dua gerakan ini: HENTIKAN energi fosil SEGERA versus TAK ADA KETERGESAAN menghentikan energi fosil bisa selesai ternyata bukan karena debat filsafat, tapi penemuan teknologi baru.***
CATATAN
(1) Gerakan Katolik pro Lingkungan Hidup dengan Divestasi, menarik investasi dari bisnis berbasiskan enerji fosil
Inside the campaign to divest the Catholic Church from fossil fuels | National Catholic Reporter