DECEMBER 9, 2022
News

Hidup Hemat Sebagai Protes Kenaikan PPN 12 Persen, Apakah Bisa Mengguncang Ekonomi Indonesia?

image
Ilustrasi belanja baju (Pixels)

ENTERTAINMENTABC.COM - Konsumsi Rumah Tangga Terancam, Ekonomi Bisa Melemah Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai memicu gelombang protes unik di media sosial dan ramai untuk lakukan frugal living.

Salah satu bentuknya adalah seruan untuk hidup hemat atau frugal living. 

Namun, dengan frugal living ini dianggap bisa menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia.

Baca Juga: PPN Naik 12 Persen, Netizen Gaungkan Boikot Pemerintah Lewat Frugal Living

Direktur Pengembangan Big Data dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, memperingatkan bahwa penurunan konsumsi rumah tangga akibat gaya hidup hemat dapat memperburuk kondisi ekonomi. 

"Konsumsi kita sekarang sudah melambat di angka 4,9% secara tahunan. 

Kalau protes ini terus meluas, angka tersebut bisa turun ke 4,8% atau bahkan lebih rendah, tergantung momentum. 

Baca Juga: Tren Istilah Gaul Gen Alpha, Wajib Tahu Biar Nggak Kudet

Terlebih jika aksi ini terjadi di momen penting seperti hari raya," jelasnya.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 terkontraksi sebesar -0,48% dibandingkan kuartal sebelumnya (qtq). 

Secara tahunan, angka ini hanya tumbuh 4,91% (yoy), lebih lambat dibandingkan 4,93% di kuartal II-2024.

Baca Juga: Musim Hujan Datang, Ini Cara Sederhana Cegah DBD yang Wajib Kamu Tahu

Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menjadi mesin utama pendorong ekonomi domestik. 

Penurunan ini menandakan risiko pelemahan ekonomi yang semakin nyata, apalagi jika seruan hidup hemat terus digaungkan masyarakat.

Selain menghantam konsumsi rumah tangga, kenaikan PPN juga berpotensi menekan dunia usaha.

Penurunan daya beli masyarakat bisa membuat omzet bisnis merosot. 

"Jika awal tahun sudah dihadapkan pada kenaikan ini, target omzet dan rencana bisnis akan terganggu.

Dunia usaha akan sulit mencapai target," tegas Eko.

Di media sosial, aksi hidup hemat kini menjadi simbol protes terhadap kebijakan pemerintah. 

Warganet menggunakan platform seperti X (dulu Twitter) untuk membagikan strategi hidup hemat yang dianggap sebagai bentuk "boikot struktural."

Akun @uswahabibah menulis, "Cermat dengan pengeluaran, beli di warung tetangga atau pasar dekat rumah, cari alternatif barang berpajak, dan minimalkan konsumsi."

Sementara itu, akun lain, @malesbangunaja, mengajak masyarakat untuk tidak membeli barang mahal seperti handphone, motor, atau mobil baru selama setahun. 

"Gunakan semua subsidi tanpa gengsi. Ingat, itu uang rakyat. Saatnya boikot pemerintah sendiri," tulisnya.

Meski terlihat sederhana, aksi ini bisa berdampak besar jika dilakukan secara masif. 

Penurunan konsumsi masyarakat tidak hanya memengaruhi pelaku usaha, tetapi juga perekonomian nasional secara keseluruhan. 

Dengan konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% produk domestik bruto (PDB), langkah ini berisiko menekan pertumbuhan ekonomi lebih dalam.

Namun, bagi banyak warganet, ini adalah langkah nyata untuk menyampaikan suara mereka.

Apakah pemerintah akan mempertimbangkan dampaknya? Atau, apakah aksi ini justru akan menciptakan tantangan baru bagi ekonomi Indonesia?

Hidup hemat sebagai bentuk protes terhadap kenaikan PPN memang menjadi fenomena yang menarik. 

Namun, langkah ini membawa risiko serius bagi ekonomi, terutama dalam menghadapi perlambatan konsumsi rumah tangga. 

Di sisi lain, gerakan ini menjadi sinyal penting bahwa masyarakat menginginkan perubahan.***

Berita Terkait