Generasi Sandwich Meledak? Ini Bahayanya Jika RI Gagal Jadi Negara Maju di 2045
- Penulis : Mila Karmila
- Kamis, 28 November 2024 13:00 WIB
ENTERTAINMENTABC.COM - Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, mengingatkan ancaman serius yang bisa terjadi pada generasi muda Indonesia dalam fenomena generasi sandwich.
Menurutnya, kegagalan Indonesia menjadi negara maju pada 2045 akan membuat lebih banyak anak muda terjebak dalam fenomena generasi sandwich.
Sejak 1993, Indonesia masih berada dalam kategori negara berpenghasilan menengah, yang membuat generasi sandwich semakin rentan terbentuk akibat beban ekonomi yang terus meningkat.
Baca Juga: Hidup Hemat Sebagai Protes Kenaikan PPN 12 Persen, Apakah Bisa Mengguncang Ekonomi Indonesia?
Meski banyak negara berhasil naik ke level pendapatan tinggi, Anggoro menegaskan bahwa tak sedikit pula yang terjebak dalam stagnasi ekonomi.
“Sudah 30 tahun kita berada di kelas menengah, dan transisi ke pendapatan tinggi bukan hal yang mudah,” ujar Anggoro dalam Social Security Summit 2024, pada 26 November.
Saat ini, Indonesia tengah menikmati bonus demografi, yaitu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan usia non produktif.
Baca Juga: Mulai 2025 Barang dan Jasa Ini Kena PPN 12 Persen, Simak Daftarnya Sebelum Belanja
Namun, Anggoro memperingatkan bahwa momen emas ini akan berakhir pada 2035.
Setelah itu, Indonesia diprediksi menghadapi fase aging population, di mana penduduk lanjut usia akan meningkat drastis.
“Proporsi usia lanjut akan melonjak dua kali lipat setelah 2035,” jelasnya.
Baca Juga: Money Dysmorphia Sindrom Keuangan yang Menghantui Gen Z dan Milenial, Kamu Termasuk?
Jika Indonesia gagal memanfaatkan bonus demografi ini, maka transisi ke negara maju akan semakin sulit.
Fenomena generasi ini akan menjadi masalah besar jika Indonesia tidak segera keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah.
Generasi ini menggambarkan orang-orang yang harus menanggung biaya hidup orang tua yang sudah tidak produktif, sekaligus membiayai anak-anak atau adik-adiknya yang belum bekerja.
“Dependency ratio akan meningkat tajam, dan pekerja produktif akan menanggung beban yang lebih berat di masa depan,” tambah Anggoro.
Hal ini berpotensi memunculkan kemiskinan baru, terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki jaringan pengaman sosial yang memadai.
Ledakan jumlah generasi ini tidak hanya membebani individu, tetapi juga dapat memperlambat laju perekonomian Indonesia.
“Jika ini tidak diantisipasi, kita akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga kestabilan ekonomi dan menekan angka kemiskinan,” ungkap Anggoro.
Agar ancaman ini tidak menjadi kenyataan, Anggoro menegaskan pentingnya memanfaatkan bonus demografi saat ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan peluang kerja yang lebih baik.***