DECEMBER 9, 2022
News

Asal Usul Pajak Siapa yang Menciptakan? PPN Naik Jadi 12 Persen, Bikin Rakyat Menjerit

image
Ilustrasi pajak (Pixabay/Stevepb)

ENTERTAINMENTABC.COM - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025. 

Rencana PPN ini jelas membuat banyak masyarakat khawatir. 

Dengan penghasilan yang pas-pasan, kenaikan PPN ini terasa seperti pukulan telak yang menguras dompet.

Baca Juga: Mau Coba Sensasi Baru Minum Milo? Ini Resep Milo Dinosaur ala Singapura yang Viral Banget

Namun, sebelum menyalahkan negara, tahukah kamu siapa pencipta sistem pajak pertama di dunia?

Jawabannya adalah Firaun dari Mesir Kuno!

Sekitar 300 SM, peradaban Mesir di bawah pimpinan Firaun menciptakan sistem pungutan yang kini kita kenal sebagai pajak.

Baca Juga: Sosok di Balik Kelezatan Indomie Cerita Inspiratif Nunuk Nuraini, Mother of Indomie, yang Mendunia

Kala itu, pajak dikenakan pada gandum, tekstil, tenaga kerja, hingga komoditas lainnya.

Uniknya, sistem pajak Firaun menggunakan metode penyesuaian. 

Jadi, besaran pajak disesuaikan dengan kemampuan warga. 

Baca Juga: Istilah Gaul Sasimo Lagi Hits! Begini Arti dan Cara Pakainya

Misalnya, jika ladang seseorang menghasilkan panen melimpah, maka pajaknya tinggi. 

Sebaliknya, ladang yang kurang produktif dikenakan pajak lebih rendah.

Sistem ini memaksa masyarakat Mesir bekerja keras agar pendapatan mereka tidak habis terkena pajak. 

Di sisi lain, sistem ini sukses meningkatkan pendapatan negara. 

Tak heran, konsep pajak ala Firaun diadopsi oleh banyak negara modern hingga sekarang.

Pajak Masuk Indonesia Lewat Thomas Stanford Raffles

Berabad-abad setelah era Firaun, sistem pajak akhirnya diperkenalkan di Indonesia pada 1811. 

Sosok di baliknya adalah Thomas Stanford Raffles, seorang perwakilan Kerajaan Inggris di Hindia Belanda.

Menurut sejarawan Ong Hok Ham dalam bukunya Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang, Raffles membawa konsep baru tentang pajak di Pulau Jawa. 

Dia menganggap bahwa semua tanah di Jawa adalah milik Inggris. Oleh karena itu, petani yang memiliki atau menggarap tanah harus membayar pajak.

Berbeda dari sistem tradisional sebelumnya, pajak yang diterapkan Raffles bersifat individual dan berupa uang. 

Namun, Raffles tak sempat melihat hasil dari kebijakannya karena ia meninggalkan Hindia Belanda pada 1816.

Setelah Raffles, pemerintah kolonial semakin memperluas jenis pajak. 

Pada tahun 1870, mereka memperkenalkan pajak pribadi, pajak usaha, hingga pajak jual beli.

Menariknya, pajak tidak hanya dikenakan pada rakyat biasa, tetapi juga pada orang Eropa dan pribumi kaya.

Sayangnya, meski pajak terus dipungut, rakyat kecil tetap menderita. 

Di awal abad ke-20, penduduk pribumi menyumbang 60% dari total pendapatan pemerintah Hindia Belanda. 

Ironisnya, hampir tidak ada timbal balik dari negara untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Saat ini, pajak tidak hanya dianggap sebagai sumber pendapatan negara, tetapi juga sebagai alat untuk pemerataan kesejahteraan.

Namun, setelah 200 tahun lebih diterapkan di Indonesia, apakah tujuan tersebut sudah tercapai?

Banyak rakyat masih merasa berat dengan sistem pajak yang ada. 

Apalagi, kenaikan PPN menjadi 12% bisa makin menambah tekanan ekonomi masyarakat. 

Waktunya kita sebagai generasi muda ikut berpikir kritis dan menyuarakan aspirasi.***

Berita Terkait