DECEMBER 9, 2022
Gaya Hidup

Jadi Influencer Gaji Kecil? Begini Kisah Para Kreator yang Berjuang di Tengah Persaingan dan Penghasilan Menurun

image
Ilustrasi konten kreator (Pixels)

ENTERTAINMENTABC.COM - Media sosial kini sudah menjadi lahan subur bagi banyak kreator dan influencer yang berlomba-lomba mencari peruntungan.

Namun, di balik gemerlapnya dunia influencer, ada sisi gelap yang jarang terlihat. 

Industri influencer semakin sesak, menciptakan persaingan ketat di antara para kreator untuk meraup cuan.

Baca Juga: Bangkit dari Mati Suri, Film Horor Lokal Mariara Siap Menghantui Layar Bioskop di 2024

Dulu, para influencer bisa dengan mudah meraih pendapatan besar dari platform media sosial. 

Namun, kini platform tidak lagi seroyal dulu dalam memberikan komisi.

TikTok, YouTube, dan Instagram telah mengubah kebijakan mereka, membuat para kreator semakin kesulitan untuk memperoleh uang dari setiap unggahan.

Baca Juga: Bioskop Hanya Putar Film Lokal,17 Kabupaten di Indonesia Akhirnya Punya Layar Perak Sendiri

Tak hanya itu, brand besar juga kini lebih selektif dalam memilih influencer untuk bekerja sama.

Brantley, seorang kreator konten yang aktif di TikTok, YouTube, dan Twitch, mengalami hal serupa. 

Meskipun ia memiliki lebih dari 400.000 pengikut dan rata-rata 100.000 view per konten, penghasilannya masih jauh dari harapan. 

Baca Juga: Raffi Ahmad Jadi Utusan Presiden, Kekayaan Fantastisnya Belum Dilaporkan ke KPK?

Tahun lalu, penghasilannya bahkan lebih kecil daripada median gaji pekerja full-time di AS yang 
mencapai US$ 58.084. 

“Saya sangat rentan,” ungkap Brantley yang masih tinggal bersama ibunya di Washington.

Menurut The Wall Street Journal, mencapai penghasilan yang stabil sebagai kreator konten kini semakin sulit. 

Platform seperti TikTok mulai membatasi uang yang mereka berikan untuk posting populer, sementara brand pun semakin ketat memilih influencer yang sesuai dengan nilai mereka. 

Apalagi, ancaman blokir TikTok di AS pada 2025 menambah kekhawatiran para kreator yang mengandalkan aplikasi ini sebagai sumber pendapatan utama mereka.

Laporan dari Goldman Sachs menyebutkan bahwa saat ini ada sekitar 50 juta orang di seluruh dunia yang mendapatkan uang dari media sosial, namun hanya 14% influencer yang mampu menghasilkan lebih dari US$ 100.000 per tahun. 

Sisanya, sekitar 48% influencer hanya mengumpulkan kurang dari US$ 15.000 atau sekitar Rp 245 juta.

Pada periode 2020-2023, platform seperti TikTok dan YouTube memang sempat menawarkan dana besar untuk kreator. 

Namun, kebijakan terbaru menunjukkan penurunan signifikan dalam jumlah uang yang diterima para kreator. 

TikTok misalnya, kini mengharuskan kreator memiliki 10.000 pengikut dan 100.000 view dalam sebulan untuk bisa mendapatkan uang. 

Instagram juga sedang menguji program 'invitation-only' untuk memberi penghargaan kepada kreator yang membagikan Reels dan foto.

Meski memiliki jutaan pengikut, Ben-Hyun mengaku penghasilannya 

kini jauh berkurang. Sebelumnya, dia bisa mendapat US$ 200-400 per satu juta view, namun kini hanya mendapatkan US$ 120 untuk video dengan 10 juta view.

 Ini menunjukkan betapa sulitnya bagi kreator untuk memonetisasi konten mereka, bahkan dengan audiens yang terus bertambah.

Danisha Carter, seorang kreator dengan 1,9 juta pengikut, juga merasa kecewa dengan pendapatan yang didapatnya dari TikTok. 

Meskipun dapat penghasilan sekitar US$ 12.000, ia merasa ini tidak setimpal dengan kerja keras dan pengaruh yang dia berikan kepada platform. 

Oleh karena itu, Carter menekankan pentingnya transparansi dan pembagian keuntungan yang lebih adil bagi para kreator. 

“Harus ada persentase yang adil sesuai dengan pendapatan yang didapat aplikasi,” ujarnya.

Semakin ketatnya persaingan dan penurunan pendapatan ini menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh para kreator media sosial. 

Di tengah dunia yang penuh dengan potensi, menjadi influencer sekarang lebih menantang dari sebelumnya.***

Berita Terkait