10 Provinsi dengan Umur Harapan Hidup Rendah di Indonesia, Apa Penyebabnya?
- Penulis : Mila Karmila
- Rabu, 27 November 2024 17:00 WIB
ENTRRTAINMENTABC.COM - Umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia terus menunjukkan peningkatan.
Pada 2024, angka Umur Harapan Hidup nasional tercatat sebesar 72,39 tahun, naik 0,22 tahun dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata kenaikan Umur Harapan Hidup pada periode 2020-2023 yang hanya 0,25% per tahun.
Baca Juga: KPAI Dukung Program Makan Bergizi Gratis, Kunci Indonesia Emas 2045
Menurut Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, peningkatan UHH ini menunjukkan perbaikan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Namun, masih ada sejumlah provinsi yang memiliki UHH jauh di bawah rata-rata nasional.
UHH mencerminkan usia rata-rata yang dapat dicapai seseorang sejak lahir dengan asumsi kondisi sosial, ekonomi, dan kesehatan tetap stabil sepanjang hidupnya.
Baca Juga: Benarkah Bayi Keguguran Bisa Jadi Tiket ke Surga? Ini Penjelasan yang Bikin Hati Tenang
Sayangnya, indikator ini masih rendah di beberapa wilayah akibat berbagai faktor, seperti akses terbatas ke layanan kesehatan, pendidikan rendah, hingga kemiskinan.
Berikut adalah daftar 10 provinsi dengan UHH terendah di Indonesia:
1. Papua Pegunungan: 64,80 tahun
Baca Juga: Wow, Terapi Pijat Taktil Ternyata Bisa Bantu Redakan Gejala ADHD! Begini Penjelasannya
2. Sulawesi Barat: 66,27 tahun
3. Papua Selatan: 66,45 tahun
4. Maluku: 66,99 tahun
5. Papua Tengah: 66,99 tahun
6. Papua Barat: 67,05 tahun
7. Nusa Tenggara Barat: 67,73 tahun
8. Papua Barat Daya: 67,85 tahun
9. Nusa Tenggara Timur: 67,99 tahun
10. Papua: 68,79 tahun
Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan UHH terendah, hanya 64,8 tahun.
Bahkan, Kota Nduga mencatat UHH paling rendah, yaitu 55,74 tahun.
Kondisi ini disebabkan oleh rata-rata lama sekolah yang hanya 4,21 tahun, sehingga mayoritas penduduk tidak menyelesaikan pendidikan dasar.
Minimnya kesadaran akan pentingnya kesehatan turut diperparah oleh kekurangan tenaga kesehatan gizi, yang hanya berjumlah 247 orang untuk seluruh wilayah.
Selain itu, tingkat kemiskinan dengan indeks kedalaman sebesar 6,21% membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
Sulawesi Barat berada di posisi kedua dengan UHH 66,27 tahun.
Meski rata-rata lama sekolah di sini mencapai 8,15 tahun, minimnya infrastruktur kesehatan dan penyuluhan gizi menjadi masalah utama.
Pola makan yang tidak bervariasi juga turut memengaruhi kesehatan masyarakat.
Papua Selatan mencatat UHH sebesar 66,45 tahun.
Rata-rata lama sekolah di wilayah ini sedikit lebih baik, yakni 8,32 tahun.
Namun, jumlah tenaga kesehatan gizi yang hanya 120 orang membuat akses layanan kesehatan masih sangat terbatas.
Provinsi Maluku dan Papua Tengah sama-sama memiliki UHH 66,99 tahun.
Maluku mencatat rata-rata lama sekolah mencapai 10,26 tahun, tetapi distribusi tenaga kesehatan gizi yang berjumlah 824 orang belum merata.
Sementara itu, Papua Tengah menghadapi tantangan lebih besar dengan rata-rata lama sekolah hanya 6,12 tahun dan jumlah tenaga kesehatan gizi yang sangat minim, yakni 87 orang.
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), UHH tercatat 67,73 tahun.
Meski tenaga kesehatan gizi berjumlah 1.145 orang, distribusinya yang tidak merata, terutama di pedesaan, menjadi penghambat utama.
Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki UHH sedikit lebih tinggi, yakni 67,99 tahun, namun angka kemiskinan yang mencapai 3,41% masih menghambat upaya peningkatan kualitas hidup.
Papua Barat Daya mencatat UHH 67,85 tahun, dengan rata-rata lama sekolah 8,39 tahun.
Sayangnya, distribusi tenaga kesehatan gizi masih menjadi tantangan.
Papua sendiri mencatat UHH tertinggi di antara wilayah Papua lainnya, yakni 68,79 tahun, tetapi angka kematian anak yang mencapai 10,88 per 1.000 kelahiran hidup menjadi persoalan serius.***