DECEMBER 9, 2022
Internasional

Ketika Setetes Air Menjadi Lebih Berharga dari Nyawa, Pelajaran dari Los Angeles hingga Novel Dry

image
Ilustrasi Buku Dry by Neal Shusterman & Jarrod Shusterman. (Instagram @cuma_suka_baca)

Dalam novel ini, Alyssa, seorang remaja 16 tahun, bersama adiknya Garret dan tetangga mereka, Kelton, harus bertahan hidup di tengah kekeringan ekstrem.

Panic buying menjadi adegan ikonik ketika warga berebut air kemasan di supermarket, yang mengingatkan pada kekacauan awal pandemi Covid-19.

Hukum ekonomi pun berlakuharga air melambung, membuat masyarakat marginal semakin tertekan.

Baca Juga: Pertukaran Tahanan Palestina dan Israel yang Mengguncang Dunia

Buku ini menggambarkan dampak kekeringan yang begitu realistis, seperti kota yang berubah menjadi zona perang.

Pabrik air diserbu, jalanan penuh pengungsi, dan listrik mati karena bendungan mengering.

Meski hanya berlangsung enam hari, kekacauan dalam buku ini terasa seperti kiamat kecil.

Baca Juga: Aksi Solidaritas Pro Palestina di Kedubes AS: Suara untuk Gaza yang Menggema

Fenomena yang Pernah Terjadi di Dunia Nyata

Krisis seperti yang diceritakan Dry sebenarnya pernah terjadi. Pada 2018, Capetown, Afrika Selatan, menghadapi “Day Zero,” di mana pasokan air benar-benar habis.

Australia juga pernah mengalami kekeringan selama satu dekade dalam Millenium Drought.

Baca Juga: Taylor Swift dan Beyonce Bantu Korban Kebakaran Los Angeles dengan Sumbangan Spektakuler

Kini, ancaman El-Nino memperbesar risiko kekeringan panjang di berbagai belahan dunia.

Halaman:
1
2
3

Berita Terkait