Puisi Esai Denny JA : Derita Rakyat Akibat Rusaknya Lingkungan Hidup
- Penulis : Mila Karmila
- Kamis, 23 Januari 2025 10:00 WIB

Sedangkan pada puisi esai "Wadas, Apakah Kita Satu Tanah Air?" Isbedy mengekspresikan suara perlawanan warga Desa Wadas terhadap ketidakadilan, eksploitasi tanah, dan kekerasan aparat.
Melalui narasi reflektif dan protes, puisi ini mengkritik keras bagaimana pemerintah dan pemegang kekuasaan melupakan prinsip-prinsip kemanusiaan, permusyawaratan, dan keseimbangan Lingkungan demi proyek pembangunan.
Pesannya sederhana tetapi mendalam. Ini perjuangan atas tanah bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal martabat, warisan, dan keberlanjutan hidup generasi mendatang.
Baca Juga: Momen Lebaran Denny JA Bersama Keluarga, Kompak dengan Balutan Batik Etnik
“Kami menolak tanah yang kami beli karena kami tahu risikonya nanti 28 sumber air akan mati. Kemudian, vegetasi akan mengering dan layu.”
Lain lagi dengan puisi esai: "Air Mata Duka di Lumbung Batubara."
Puisi ini adalah elegi terhadap ketidakadilan dan pengorbanan seorang guru, Ansah, yang berjuang melawan keserakahan pengusaha tambang batubara.
Ansah menjadi simbol perjuangan rakyat kecil yang terpinggirkan oleh kekuasaan dan kapitalisme.
Pesan utamanya adalah pentingnya keberanian melawan kesewenang-wenangan demi keadilan sosial, meskipun perjuangan tersebut dapat berujung tragis.
"Langit jadi kelam para bodyguard kepal tangan hari itu 9 Februari 2004, suaminya dibantai."
Baca Juga: Obsesi Kesempurnaan: Pelajaran The Devil Wears Prada di West End London dalam Puisi Denny JA
Aneka puisi yang dikutip di atas memiliki kesamaan tema: eksploitasi tambang bukan hanya merusak alam, tetapi juga menghancurkan kehidupan sosial dan moral masyarakat.