Puisi Esai Denny JA: Dua Matahari di Ufuk yang Berbeda, Tjokroaminoto dan Semaun
- Penulis : Mila Karmila
- Jumat, 24 Januari 2025 08:00 WIB
.jpg)
Di luar Sarekat Islam, ia melihat dunia yang keras, terpesona oleh revolusi.
Perjuangan bukan doa, tapi palu yang memecahkan rantai.
“Guru,” bisiknya, dengan suara yang bergetar, “kita harus berubah, saatnya Sarekat Islam menyusuri jalan revolusi, meski kekerasan menjadi jalan.”
Baca Juga: Denny JA, Seorang Jenius Modern Asal Indonesia
Tjokro terpana. Ia pohon tua yang menahan badai, merenung, tersentak, dalam diam yang panjang.
Di matanya, terlihat bayangan masa lalu, dan masa depan yang tak pasti.
Malam itu, Semaun menatap mata Sang Guru, bukan sebagai murid yang dulu, tapi sebagai api yang kini membakar liar.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Spiritualitas di Era Artificial Intelligence
“Guru,” ujarnya, dengan nada yang tegas, “dunia menuntut kita berlari, mengejar matahari yang sama, tapi dengan cara beda.”
-000-
Berulang kali, Semaun gagal meyakinkan Guru, agar jalan mereka berubah, tapi tetap satu.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka
Akhirnya, Semaun membuka pintu, melangkah keluar, ke dalam malam yang sunyi.