DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Esai Denny JA: Dua Matahari di Ufuk yang Berbeda, Tjokroaminoto dan Semaun

image
Ilustrasi (Facebook @Denny J.A's World)

Mereka Yang Mulai Teriak Merdeka (5)

ENTERTAINMENTABC.COM - Surabaya, 1934. Malam berbisik pilu. Di pendopo tua, dua pikiran beradu. Guru dan murid, bersimpang jalan, tak lagi satu. (1)

-000-

Baca Juga: Denny JA, Seorang Jenius Modern Asal Indonesia

“Di pabrik gula, suara mesin lebih lantang dari doa.

Di kebun, peluh bercampur derita. Di tambang, gelap menelan harapan. Enam belas jam per hari, mereka bekerja, tapi gaji hanya cukup, untuk membeli kematian yang pelan. Mereka berontak, karena itu satu-satunya pilihan. Gerakan kita terlalu pelan, terlalu damai. Kita perlu revolusi, walau darah tumpah.”

Suara ini terdengar sayup, dari pendopo. Angin malam meratap, membawa serpihan luka.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Spiritualitas di Era Artificial Intelligence

Di kejauhan, kulihat dua bayangan berdiri tegak, dua bintang yang dulu seirama, kini retak.

Tjokroaminoto dan Semaun, guru dan murid, dalam tatap yang asing. Berdebat, tembakkan puluhan kata.

Jejak mereka terukir di pasir sejarah.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka

Karena keyakinan, menjadi sungai yang berpisah.

Halaman:
1
2
3
4
5
6

Berita Terkait