Catatan Denny JA: Memulai Tradisi Ikut Merayakan Hari Raya Agama Lain secara Sosial
- Penulis : Mila Karmila
- Minggu, 24 November 2024 14:19 WIB

Ini adalah bukti bahwa Natal, meskipun akar utamanya adalah perayaan kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa), telah menjadi simbol kebersamaan universal.
Lampu-lampu indah, pohon Natal, dan momen berbagi hadiah menjadi bagian dari budaya yang melampaui batas agama.
Di sebuah kota di Amerika Serikat, Ani Zonneveld, seorang Muslimah dan pendiri organisasi Muslim Progresif, mengadakan perayaan Natal di rumahnya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Potret Batin Indonesia, Aceh hingga Papua, dari Kacamata Generasi Z
Ia mengundang teman-teman dari berbagai latar belakang agama untuk berkumpul, menyanyikan lagu-lagu Natal, dan berbagi hidangan.
Bagi Ani, perayaan ini bukan tentang keyakinan religius, tetapi tentang merayakan nilai-nilai universal seperti cinta dan kebersamaan.
Suasana hangat dan penuh tawa memenuhi ruangan, menunjukkan bahwa perbedaan agama tidak menghalangi persahabatan dan saling menghormati.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 221 Penulis Bersaksi soal Pemilu dan Demokrasi di Indonesia, Tahun 2024
Kisah ini mencerminkan bagaimana perayaan Natal dapat menjadi momen inklusif yang merangkul semua orang, terlepas dari latar belakang kepercayaan mereka. (1)
Fenomena serupa terjadi pada bulan Ramadan. Puasa sering diikuti oleh non-Muslim yang ingin merasakan pengalaman spiritual ini.
Restoran khusus berbuka puasa dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai latar belakang agama, menunjukkan bagaimana Ramadan telah menjadi lebih dari sekadar ibadah Islam.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan
Di Dubai, Gina Valbuena, seorang ekspatriat Kristen asal Filipina, memutuskan untuk berpuasa selama bulan Ramadhan.